sdcs2
Home » Travelling » Tanpa Pemerintah, DeKaJe Eksis Dampingi Kesenian Rakyat

Tanpa Pemerintah, DeKaJe Eksis Dampingi Kesenian Rakyat

456g

Mengajak para mahasiswanya. Menonton pagelaran ludruk, di ujung utara Jember yang berbatasan dengan Bondowoso. Sebuah kesenian tradisional, yang terancam eksistensinya di tengah gempuran hiburan kekinian.

Ludruk Putra Rengganis, pimpinan Hanapi yang ber-base camp di lereng Rembangan, Arjasa, Jember, masih aktif dengan segala tantangannya. Meski ada di pinggiran desa, tata panggung grup ludruk yang satu ini, cukup piawai menyesuaikan keadaan zaman.

Terlihat lebih enak dipandang, dengan disain panggungnya yang dominan warna hijau, bercorak batik. Tak lagi menggunakan kain lukis. Mereka ganti dengan vinyl, yang cukup mudah dipesan di tempat printer spanduk dan baliho. Apapun itu, panggung Ludruk Putra Rengganis tampak lebih elegan.

Eko Suwargono, dosen bergelar doktor itu pun, masih konsisten melakukan pendampingan kesenian rakyat di Jember. Kepeduliannya, linier dengan semangatnya sebagai Ketua Dewan Kesenian Jember (DeKaJe). Meski sampai hari ini, keberadaan organisasi yang dipimpinnya, seolah tidak mendapat pengakuan dari kepala daerahnya.

Persetan baginya. Sebab berkesenian yang sejati, terus konsisten menjalankan proses dengan sebaik mungkin. Komitmennya pun terbukti. Bersama DeKaJe, mereka masih aktif ada di jalur kesenian bersama rakyat akar rumput.

Dosen Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember, itu tak hanya bergerak bersama DeKaJe-nya. Supaya terus ada regenerasi perjuangan kesenian dan kebudayaan di Jember, dia pun mengajak para aktivis mahasiswa GMNI, turut ikut menonton pementasan ludruk, di Desa Suger, Jelbuk.

Seperti yang ditulisnya di akun Facebook Eko Suwargono : “Begini cara Dewan Kesenian Jember merawat, menyemangati dan mendokumentasikan seni tradisional ludruk di Jember. Salut buat Ketua GMNI Komisariat FIB Unej,” tulisnya.

Ya, Eko Suwargono semasa kuliah juga dikenal sebagai aktivis GMNI. Saat itu nama fakultasnya masih Fakultas Sastra. Sebagai penganut ajaran marhaenisme, tentu dirinya bangga, melihat adik-adik pergerakannya juga memiliki kepedulian pada kesenian rakyat marhaen.

Dikenal Sebagai Dosen, Budayawan, Kritikus

Kritikan akademisi yang juga budayawan, tentu berbeda dengan aktivis lainnya. Eko Suwargono, berani mengkritik rezim dengan karya seni. Menohok. Bahkan jika bupatinya peka, pasti merasa sangat malu tujuh turunan.

Seperti yang dilakukan malam itu. Tepat di pelataran bekas Kantor Dinsos Jember, yang “ujuk-ujuk” berganti jadi gedung J-Klab : Jember Kreatif Laboratorium. Eko Suwargono bersama Gus Oong dan Misnayah – tokoh Lengger Jember, menggelar pertunjukan dadakan yang mereka beri judul “Kirangan“.

Pertunjukan itu menggambarkan dialog Gus Oong yang Madura, sedang menanyakan kepemilikan gedung J-Klab, ke Eko Suwargono yang Jawa tulen. “Ini rumah siapa?,” tanya Gus Oong. Dijawab “kirangan” oleh Eko Suwargono. Karena Gus Oong Madura, dia mengira bahwa rumah yang dimaksudnya gedung J-Klab itu milik Pak Kirangan. Padahal, kirangan yang dimaksudnya “tidak tahu”.

Sindiran-sindiran cerdas percakapan Gus Oong dan Eko Suwargono, semakin menohok saat mereka menyinggung Misnayah, yang begitu fasih melantunkan nyanyian yang khas dengan Lengger Jember. Mereka pun menanyakan ke Misnayah, kenapa kamu ada di sini? Kemudian santai saja Misnayah menjawabnya, “Ngkok Tero Pesse,” mengartikan bahwa dia ingin uang.

Terus berdialog. Misnayah pun terus memberi penjelasan, bahwa dia dan anaknya butuh makan. Jika tak ada di situ, siapa yang akan memberinya makan bersama anak-anaknya.

Kritikan itu begitu keras. Namun santun dan tetap beretika. Jika diibaratkan pesan mie pedas, kritikan ketiga tokoh seni Jember itu masuk kategori pedas level atas. Meski sudah dikritik sedemikian rupa, namun faktanya J-Klab tetap mangkrak. (Rully Efendi)

REKOMENDASI UNTUK ANDA

TERKINI LAINNYA

Mau Camping Ala Keluarga Oppa Korea? Dira Kencong Aja!!!

Di pinggir persawahan. Di bawah bukit buatan. Meski terasa ada di pinggiran pedesaan, menyerupai pegunungan,…

Guru Ngaji Desa Tanggul Kulon Cair, Pemkab Kapan?

Guru ngaji menjadi salah satu garda penjaga moril, generasi penerus yang perlu diperhatikan. Bentuk kongkrit…

Raport Merah untuk KPU dan Bawaslu Jember

Front Mahasiswa Jember yang merupakan gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, mulai berani speak up…

Support Polsek Tanggul untuk Alorsi Volleyball

Polsek Tanggul kembali menunjukkan kepedulian, ke sejumlah kelompok kegiatan masyarakat di wilayah hukumnya. Kali ini…

Kejutan Pak Babin dari Kades Arifin

Seperti biasanya di setiap Hari Jumat, tiga pilar Desa Tanggul Kulon, sholat berjamaah bergiliran di…

45f