sdcs2
Home » Opini » Menguak Praktik Borong, Sindikat Getah Pinus Ilegal

Menguak Praktik Borong, Sindikat Getah Pinus Ilegal

456g

Oleh : Andi Ridho Utama (*)

Masyarakat sekitar pinggir hutan di wilayah Sulawesi, kini mulai banyak yang mengelola Perhutanan Sosial. Sebuah sistem pengelolaan hutan lestari, yang dilaksanakan dalam Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak / Hutan Adat.

Pelaksana Perhutanan Sosial ialah masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat, sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan. 

Tentu, pengajuannya pun harus melalui prosedur sesuai perundang-undangan. Tak terkecuali, perhutanan sosial masyarakat di pinggir hutan Tana Toraja Sulawesi Selatan, yang mulai menggarap serius getah pinus. 

Meski izin Perhutanan Sosial sudah dipegang kelompok tani hutan yang dikelola masyarakat, namun saat menjual hasil getah pinusnya pun, mereka harus taat asas. Salah satunya harus melalui Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH). 

PSDH sendiri merupakan pungutan resmi, sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan. Duit pungutan resmi itu pun, dibayar via bank ke rekening kas negara. Sehingga masyarakat memperoleh tambahan penghasilan dan negara tetap mendapat pemasukan dari sumber daya hutannya.

Namun ketika sistem Perhutanan Sosial mulai bergeliat di Tana Toraja, dan para kelompok tani hutan sudah mulai merasakan panennya getah pinus, kemudian mucul masalah baru dari sindikat mafia pembeli getah pinus ilegal.

Mereka menggerogoti keimanan para anggota kelompok tani hutan, merayu untuk tidak lagi menjual hasil sadapan getah pinusnya ke pengurus kelompok taninya masing-masing. Para sindikat pembeli getah pinus ilegal itu, mengiming-imingi membeli dengan harga lebih mahal.

Sepintas harga yang ditawarkan cukup menggiurkan. Namun praktik borong para penyusup itu, membeli getah pinus tanpa membayar PSDH. Sehingga pendapatan negara dari hasil Perhutanan Sosial bocor. Kemudian meski produktifitas hasil getah pinus meningkat sekali pun, negara hanya bisa gigit jari karena duitnya digondol para pelaku nakal tersebut.

Praktik para sindikat pembeli getah pinus ilegal itu, bekerja memborong getah ke anggota kelompok tani dengan cara sembunyi-sembunyi, di tengah malam saat warga lainnya terlelap tidur. Mereka melakukan di jam yang tak wajar, tentu untuk menghindari aparat. Meski juga bisa dipastikan, praktik yang mereka lakukan ada backing oknum lintas aparat.

Anggota kelompok tani harusnya sadar, tidak boleh ada penghianatan menjual getah pinusnya ke sindikat pembeli ilegal tersebut. Sebab selain merugikan negara, jika tertangkap aparat penegak hukum, mereka juga ikut terancam hukuman pidana kurungan penjara.

Seperti yang termaktub di Pasal 78 ayat 5 Jo. Pasal 50 ayat 3 huruf e Undang-undang No. 41 tahun 1999, tentang kehutanan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

Selain itu juga bisa terjerat pasal 40 ayat 1 Jo. Pasal 19 ayat 1 Undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Jo. Pasal 55 Ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.

Meski regulasinya sudah mengatur jelas, namun KPH dan penegak hukum di wilayah Sulselbar, terlihat seolah membiarkan kejadian yang semakin masif tersebut. Saya pun meyakini, jika ada ketegasan sikap dari penegak hukum, maka orang-orang yang mau bermain transaksi getah pinus ilegal, bakal mikir berulang kali. 

Sebagai penulis saya berharap, bahwa penegak hukum harus tegas menangkap, mereka yang melakukan peredaran getah pinus Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), yang tidak disertai dokumen dan izin yang sah dari pemangku kebijakan tertinggi di negeri ini. Jika tetap ada pembiayaran, jangan salahkan nantinya, aktivis mahasiswa akan turun gunung membongkarnya. 

(*) Penulis adalah Ketua Pengurus Besar (PB) HMI Bidang Lingkungan Hidup dan Mitigasi Bencana.

TAG :

REKOMENDASI UNTUK ANDA

TERKINI LAINNYA

Mau Camping Ala Keluarga Oppa Korea? Dira Kencong Aja!!!

Di pinggir persawahan. Di bawah bukit buatan. Meski terasa ada di pinggiran pedesaan, menyerupai pegunungan,…

Guru Ngaji Desa Tanggul Kulon Cair, Pemkab Kapan?

Guru ngaji menjadi salah satu garda penjaga moril, generasi penerus yang perlu diperhatikan. Bentuk kongkrit…

Raport Merah untuk KPU dan Bawaslu Jember

Front Mahasiswa Jember yang merupakan gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, mulai berani speak up…

Support Polsek Tanggul untuk Alorsi Volleyball

Polsek Tanggul kembali menunjukkan kepedulian, ke sejumlah kelompok kegiatan masyarakat di wilayah hukumnya. Kali ini…

Kejutan Pak Babin dari Kades Arifin

Seperti biasanya di setiap Hari Jumat, tiga pilar Desa Tanggul Kulon, sholat berjamaah bergiliran di…

45f