sdcs2
Home » Opini » Fawait Pelurus Istilah Gus dan Lora

Fawait Pelurus Istilah Gus dan Lora

Array
456g

Oleh : Zainul Alim (*)

Stratifikasi sosial, menjadi pengaruh besar atas sikap seseorang memandang orang lain. Terutama mereka yang ada di golongan tertinggi. Dinilai layak untuk dihormati oleh kelompok masyarakat di bawahnya.

Di kalangan muslim tradisonal, kelompok ulama akan menjadi patron mereka para santri. Termasuk sikap dalam menentukan pilihan. Sementara ulama yang dimaksud, terklasifikasi kelompok kiai dan para turunannya seperti Gus, Lora maupun Ning untuk anak kiai yang perempuannya.

Kesadaran yang demikian, dinilai efektif dalam konteks politik praktis. Kelompok ulama itu kemudian, digerakkan untuk mengkapitalisasi mendulang suara kelompok santri. Tentu targetnya, memenangkan partai politik tertentu.

Bukan sekedar asumsi. Fakta yang demikian, bisa dikaji secara ilmiah. Di beberapa basis masa pesantren, parpol maupun individu pelaku politik, tak segan menggunakan label kiai, gus maupun lora, untuk dijadikan bahan “jualan” kampanyenya. Sehingga bisa ditemukan dengan mudah, partai politik yang memainkan identitas demikian, mendulang mayoritas suara pemilih.

Tidak soal jika yang bersangkutan memang kiai, gus, lora, atau sekali pun ning. Meski menyandang sebutan yang demikian cukup sakral. Setidaknya, ada beberapa kriteria yang kemudian layak disebut kelompok ulama. Bukan mendadak ng-ulama hanya karena mendekati momen politik praktis.

Keresahan yang demikian, membuat kalangan kelompok ulama geram. Mereka tak lagi ewoh pakewoh menyindirnya. Malah ada yang benar-benar gus, berani bersuara tegas menyikapi fenomena mendadak ulama di musim kampanye politik.

Ia Gus Muhammad Fawait. Pengasuh Ponpes Nurul Chotib Al Qodiri 4 Jombang Jember. Dikenal sebagai politisi tersohor di Jatim, Gus yang satu ini mengaku geram mendengar ada yang mendadak mengaku gus, lora, hanya dengan bermodal baju gamis.

Bisa dipastikan, yang dirisaukan Gus penggerak Sholawat Nusantara ini juga dirasakan banyak orang. Mereka yang ambisi kekuasaan, klaim mewakili kelompok santri karena status palsunya yang gus atau lora, disematkan di semua alat peraga kampanye. Padahal, jangankan ditanya keturunannya siapa?, ponpesnya di mana?, soal keilmuan agama yang mendasar pun banyak yang tak menguasai.

Penyebebutan gus dan lora, bukan sembarangan dipasang oleh siapa pun. Dalam beberapa statement Gus Fawait, mereka yang layak disebut gus maupun lora, saat ditracking sanad dan nasabnya jelas.

Penulis mencatat, Gus Fawait sendiri di Pileg 2019 kemarin, dia salah satu Caleg DPRD Provinsi dengan perolehan suara terbesar di Indonesia : 228.229 suara. Namun tidak parsial hanya gegara ada gelar gus di depan nama lengkapnya.

Mari kita tengok ke belakang. Anggota DPRD Provinsi Jatim dua periode, dinilai publik mampu mewakili kelompok Muslim yang Nahdliyin. Di beberapa gerakan politik kerakyatannya, dia memperjuangkan marwah perjuangan santri. Bahkan, gerakan Sholawat digelorakan dengan masif.

Keoriginalan identitas gus untuk Fawait pun, diperkokoh dengan legitimasi posisinya di internal organisasi Nahdlatul Ulama. Seperti saat ini, dirinya menjabat sebagai Bendaha GP Ansor Jatim. Selain itu, dia juga Wakil Bendahara Pengurus Wilayah Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Jawa Timur. Terbaru, gerakan membumikan Sholawat, juga mendapat pengakuan PWI Jember.

Tak heran kemudian, jika dia sewot saat gelar mulia gus dan lora, hanya dijadikan alat politik instant oleh sekelompok pendompleng. Bahkan, saat ramai kasus Pesulap Merah dengan Gus Samsudin, dia pun bersikap tegas atas label gus yang hanya dimanfaatkan untuk para dukun.

Kemudian kita sebagai pemilih rasional, memiliki tugas untuk ikut mencerahkan masyarakat, tentang arti gus dan lora yang sebenarnya. Sebab jika dibiarkan begitu saja, bakal menjadi arus penyesatan pikiran publik. Semoga saja tidak terjadi!!!.

(*) Penulis adalah Direktur Indikator Plus

REKOMENDASI UNTUK ANDA

TERKINI LAINNYA

Mengecam Jovita Hingga “Gerak Juang” di Pemilukada 

Oleh : Rully Efendi (*) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim, sudah menetapkan Khofifah – Emil…

Jubir Faida di Pilkada 2020, Jadi Jurkam Gus Fawait

Aktivis sekaligus pegiat media sosial yang konsisten sebagai kritikus Hendy Siswanto : Rully Efendi, tampil menjadi…

Berani !!! Soduk, Komunitas eks Relawan Faida Deklarasi Gus Djos

Mendekati pencoblosan Pilkada Jember di tanggal 27 November 2024, tambah mengerucut dukungan masyarakat untuk Paslon…

Bupati Karna Tersangka Korupsi Bukan Hoax, Sidang Praperadilan Dilanjut Pekan Depan

Sidang praperadilan soal status tersangka pada Karna Suswandi, yang resmi ditetapkan KPK terkait kasus korupsi…

Manuver Politik Lilur, Berharap Khoirani Dilantik Jadi Bupati Situbondo 

Situbondo,- Membuat kaget publik Situbondo. Tiba-tiba di Sabtu, 12 Oktober 2024, HRM Khalilur R Abdullah…

45f