Sedari awal Hendy Siswanto menjadi Bupati Jember, air mineral kemasan Hazora, seolah tidak memiliki tempat di beberapa instansi pemerintahan daerah. Posisinya diganti air kemasan produk usaha milik keluarga bupati : air mineral Al Qodiri.
Sejumlah kritik pun dilancarkan masyarakat Jember. Namun pihak pemerintah tak bergeming. Bahkan di hampir setiap acara yang digelar di Pendopo Bupati Jember, air mineral Al Qodiri yang jadi suguhannya.
Terbaru, RSD dr. Soebandi Jember yang membranding nama rumah sakitnya, di kemasan air mineral yang disuguhkannya, tak lagi memesan ke Hazora. Padahal, sama-sama instansi milik Pemkab Jember. Pihak rumah sakit beralih ke Al Qodiri, yang diproduksi oleh PT. Tujuh Impian Bersama (Sevendream).
Semakin ramainya respon publik, adik kandung Hendy Siswanto mengkanter melalui akun Facebook : Lies Eqicov Sevendream. Bahwa sejak 2021 yang lalu, pihak manajemen Hazora berkirim surat sudah tak lagi sanggup melayani pesanan RSD dr. Soebandi Jember.
Mereka seolah ingin menyampaikan, bahwa perusahaan keluraga Bupati Hendy tidak ingin merebut omset Hazora. Meski publik terus melancarkan kritikannya, di tengah Hazora yang mulai mengalami penurunan performanya.
Mengumbar Korupsi Manajer Hazora
Di tengah sorotan publik soal RSD dr. Soebandi Jember, yang lebih memilih pesan air ke perusahaan keluarga bupati, pihak PDAM Jember sebagai induk perusahaan air mineral Hazora, malah mengumbar korupsi yang diduga dilakukan Manajer Hazora.
Melalui mulut Humas PDAM Jember, Sri Purnomo, terungkap bahwa pihak PDAM memiliki bukti, manajer Hazora telah mengemplang duit perusahaan sebanyak Rp 176.538.000. Kemudian manajer Hazora itu mengembalikan Rp 31.651.694. Sehingga duit negara yang masih ada di kantong terduga pelaku, ada sebanyak Rp 144.866.306.
Namun disayangkan, pihak PDAM tidak membawanya ke ranah hukum. Sekedar memberi skorsing ke yang bersangkutan. Sebab PDAM menilai yang bersangkutan masih kooperatif.
Pengacara Rakyat Bersikap
Budi Hariyanto, SH, pengacara asli Jember itu pun menilai, ada semacam test case yang sengaja di lempar pihak PDAM. Kata Budi, cara begini biasanya dilakukan oleh pihak pemerintah yang mulai panik, namun tidak mau ketahuan panik. “Ketika publik menyorot Hazora yang seolah dijadikan anak tiri, PDAM ingin membangun persepsi, bahwa Hazora sedang bermasalah,” sindirnya.
Namun di luar semua persoalan itu, lawyer kelahiran Desa Paleran, Umbulsari, yang kini aktif menjadi pengacara rakyat PDI Perjuangan Jember, itu mencatat bahwa gaya pemerintahan Bupati Hendy memang demikian. “Seperti sudah menjadi tradisi. Saat muncul persoalan korupsi, mereka mendorong diselesaikan kekeluargaan. Padahal, korupsi masalah yang serius,” tegasnya.
Persoalan yang demikian, dikhawatirkannya bakal menjadi pembenaran bagi pegawai nakal lainnya yang adi Pemkab Jember. “Bisa jadi mereka tidak takut korupsi, karena ujungnya tidak diseriusi oleh bupati,” sesalnya.
Mantan aktivis mahasiswa GMNI Jember, itu pun menantang pihak PDAM Jember, jika mereka tidak memiliki cara melaporkan kasus korupsi yang sudah dirilisnya tersebut, pihak Budi berani menggantikan peran yang harusnya dilakukan PDAM. “Jika pihak PDAM Jember tidak punya malu, sini biarkan kami saja yang melaporkannya,” tantangnya. (Rully Efendi)