Promosi “gelap” pengurusan paspor di beberapa grup Facebook, mulai marak terjadi di Jember. Mereka menawarkan jasa semacam calo. Tentu harganya jauh lebih mahal, dari ketetapan biaya resmi pemerintah. Bahkan, hampir empat kali lipatnya.
Redaksi Indikator Plus, sudah menayangkan dua berita “calo” paspor via Facebook, kurun waktu tiga hari belakangan ini. Pelakunya mengaku dari Tanggul dan Bangsalsari. Harganya, mulai dari Rp 1,2 juta hingga Rp 1,3 juta.
Kemudian, Jurnalis Indikator Plus mencoba mengkonfirmasi, tentang praktik dugaan percaloan paspor di medsos tersebut. Pimpinan Kantor Imigrasi Jember, merekomdasikan nama Mochammad Erfan, sebagai Kepala Seksi Informasi dan Sarana Komunikasi Keimigrasian.
Mochammad Erfan, mengawali wawancara dengan menjelaskan terminologi calo dan biro jasa. Baginya, Kantor Imigrasi Jember menolak keras adanya percaloan. Namun pihaknya tidak bisa berbuat banyak, jika dihadapkan dengan biro jasa. “Biro jasa memiliki izin dari kementerian,” katanya.
Berbeda dengan calo, yang sekedar perorangan tanpa ada legalitas kelengkapan badan usahanya. “Kita di-PERATUN (Peradilan Tata Usaha Negara) sama biro jasa, kalah kita,” akunya.
Kata Mochammad Erfan, biro jasa membantu masyarakat pemohon pengurusan paspor, dengan sekedar menuliskan formulir, mendaftarkan secara online dan mengambilkan paspornya. Namun saat proses wawancara berlangsung, mereka tidak boleh ikut.
Sebenarnya, masyarakat merugi jika masih menggunakan tenaga biro jasa. Sebab seperti yang disampaikannya, harga pengurusan paspor via biro jasa yang sampai Rp 1,3 juta itu, setara dengan tarif resmi pemerintah yang hanya Rp 350 ribu.
Ketika ditanya soal selisih harga yang terpaut sangat tinggi, antara biro jasa dengan tarif normal pemerintah, Mochammad Erfan, tidak bisa mengintervensi masing-masing biro jasa yang ada.
Tidak mungkin bagi Mochammad Erfan, memberantas biro jasa yang ada. Meski pihaknya juga menegaskan, menolak keberadaan calo. “Endak bisa ditebang mereka. Kalau dibubarin penggangguran tambah akeh. Kerusuhan tambah akeh,” tuturnya. (Haris Arifin)