Pengamat politik nasional yang juga Direktur Politika Research and Consulting (PRC), Rio Prayogo, “mudik politik” ke kampung halamannya di Situbondo. Diundang menjadi pemateri Bedah Buku oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fisip, Universitas Abdurahman Saleh, dia pun mengkritisi etika pembangunan Pemkab Situbondo, dibawah kepemimpinan Bupati Karna Suswandi.
Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Indonesia (UI), itu menilai di era kepemimpinan Bung Karna, kecenderungannya bergaya feodal dan anti kritik. Tak hanya itu yang menjadi catatan kritisnya. Bung Karna Cs pun, dinilai senang bermain-main dengan kegiatan yang sifatnya instan, berburu popularitas, namun jauh dari sentuhan subtansi pemecahan masalah, yang sebenarnya menjadi kebutuhan rakyat Situbondo.
“Seorang pemimpin juga harus punya etika dalam melaksanakan program kerja. Bukan hanya bagi-bagi sembako yang kemudian diikuti dengan sejumlah baliho berisi foto diri bupati. Setelah itu goyang-goyang. Tidak, bukan seperti itu seharusnya,” sindir Rio Prayogo, seperti yang dikutip dari mediapenasakti.com, Kamis (24/5/2023).
Semakin kuat logika kritikan Rio Prayogo, bahwa Bupati Karna senang bermain-main dengan kegiatan yang sifatnya instan. Seperti saat pembagian sembako, yang dibungkus dengan tas bergambar foto Bupati Karna. Bahwa kemudian, itu diklaim bagian dari langkah Pemkab Situbondo untuk menekan angka inflasi. Seperti menyederhanakan cara menekan kenaikan harga barang.
Era Bupati Karna, Pemkab Situbondo Tertutup
Rio Prayogo, semakin agresif menyampaikan kritikannya, tentang tertutupnya akses dialogis antara pemimpin Situbondo dengan rakyatnya. Bagi Rio Prayogo, pemerintahan yang ideal, pemimpinnya harus mampu menyampaikan dengan baik, tentang program pembangunannya.
“Bupati Karna tidak pernah mendialogkan programnya kepada publik Situbondo,” tudingnya. Hal yang demikian kata Rio Prayogo, fatal karena publik tidak paham gagasan, tentang arah pembangunan yang dilakukan Bung Karna selama menjabat Bupati Situbondo.
Masih kata Rio Prayogo, dialog program pembangunan daerah yang dimaksud, bukan dimaknai sempit dan tuntas dengan cara Bupati Karna pamer pencitraan, makan di warung pinggir jalan. Melainkan ada komunikasi dua arah, untuk mendengar kritikan dan saran dari masyarakat.
Seperti yang berhasil di capture Redaksi Indikator Plus, di akun Tiktok @bungkarna.official, Bupati Karna pamer video mentraktir makan di warung lesehan bersama puluhan penarik becak, di depan Kantor MUI Situbondo. Kemudian mengeluarkan segepok duit Rp 50 ribuan, lantas dibagi empat lembaran ke masing-masing penarik becak, seperti gaya nyawer biduan.
Rio Prayogo, menilai cara-cara yang demikian, menandakan bahwa Bupati Karna tidak memiliki gagasan solutif yang kuat untuk masyarakat Situbondo. “Turun ke masyarakat kalau hanya untuk makan-makan, kemudian foto-foto pencitraan tanpa membawa gagasan dan berdialog, untuk apa?. Itu tidak pernah menyelesaikan persoalan masyarakat Situbondo,” tegasnya.
Bupati Karna Jangan Alergi Kritik!!!
Kritikan publik dinilai Rio Prayogo, sebagai media untuk mengingatkan kebijakan pemimpin, yang dinilai kurang ideal oleh masyarakatnya. Seharusnya, ada saluran khusus yang disediakan seorang pemimpin yang benar-benar pro rakyat. “Jangan anti kritik. Jangan kaku menyikapi tuntutan publik. Justru dari sanalah, seorang pemimpin yang baik diuji untuk mendapatkan solusi terbaik,” pesannya.
Bagi Rio Prayogo, jika pemerintahan ingin bagus, Pemkab Situbondo harusnya menyediakan ruang publik yang ramah untuk semua golongan. “Seharusnya bupati hadir di sana. Kalau perlu, sediakan tempat khusus di pendopo bupati, untuk masyarakat menggelar demo,” pintanya.
Tempat khusus berdemo yang dimaksud, bisa menjadi ruang bagi warga Situbondo, untuk mengungkapkan semua kegelisahannya, keberatannya dan bupati mendengarnya. “Baru kemudian direspon dengan program-program kerja untuk masyarakat,” pungkasnya. (Rully Efendi)