KPK, merilis hasil Monitoring Center For Provention (MCP) seluruh kabupaten se-Jatim untuk tahun 2022. Faktanya, Jember peringkat kedua paling bawah dari 38 kabupaten dan kota se Jawa Timur.
Pengumuman hasil MCP itu terbit pertanggal 27 Februari 2023. Surat dengan nomer B/1098/KSP.00/70-7402/2023, itu ditandatangani langsung oleh Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK, Didik Agung Widjanarko.
Sebenarnya dalam surat resmi KPK tersebut, capaian MCP secara umum ada peningkatan kualitas. Namun entah kenapa, poin untuk Jember jeblok ada di urutan terendah, setelah Kabupaten Bangkalan. Kabupaten Bangkalan terendah, bisa jadi karena bupatinya tersandung kasus korupsi jual beli jabatan dan sekarang kasusnya ditangani KPK.
Perlu diketahui, MCP merupakan sebuah aplikasi atau dashboard yang dikembangkan oleh KPK untuk melakukan monitoring capaian kinerja program pencegahan korupsi, melalui perbaikan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan pemerintah daerah di seluruh Indonesia.
MCP memiliki 8 cakupan intervensi, yaitu perizinan, pengadaan barang dan jasa, perencanaan dan penganggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pengawasan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), manajemen aset daerah, optimalisasi pajak daerah, dan tata kelola keuangan desa.
Merujuk dari hasil rendahnya capaian Kabupaten Jember, disebabkan skor pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang hanya meraih poin 63,18. Angka tersebut secara faktual terendah se-Jatim. Bisa diartikan bahwa pengadaan barang dan jasa di Jember paling buruk se Jawa Timur.
Sumber internal Pemkab Jember yang enggan ditulis identitasnya, mengakui bahwa di tataran pejabat eselon 2 sudah mengetahui hasil buruk monitoring pencegahan korupsi untuk Pemkab Jember. Bahkan hal itu menjadi pembahasan Bupati Hendy, di grup WhatsApp Grup Resmi Pejabat Pemkab Jember. “Ya sudah tahu. Bahkan bapak bupati menulis begini : MCP Jember Peringkat 256 Nasional?????,” tulisnya.
Meski demikian, diakuinya bahwa Bupati Hendy, menarget untuk 2023 Jember wajib masuk 10 besar. “Sempat dievaluasi. Bahkan ada yang menyalahkan karena ada problem kompleks terkait SOTK, Perda. Tetapi bapak bupati langsung menyenggrangnya, karena Pemkab Jember sebenarnya endak kekurangan SDM,” pungkasnya. (Rully Efendi)