Front Mahasiswa Jember yang merupakan gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, mulai berani speak up menyoroti Pemilu 2024 di Jember. Tak tanggung, mahasiswa memberi raport merah untuk KPU dan Bawaslu Jember.
Sejumlah mahasiswa mengurai, berbagai pelanggaran Pemilu terjadi karena lemahnya pengawasan Bawaslu dan dugaan ketidaknetralan penyelenggara mulai level KPU, PPK hingga PPS.
“Bawaslu Jember lemah penindakan. Padahal sudah ada 44 laporan yang masuk ke meja Bawaslu,” ungkap Haris Arifin, koordinator Front Mahasiswa Jember, Senin (25/3) sore. Bahkan mereka juga menyoroti keberadaan Gakkumdu yang diplesetkan menjadi Gakmutu.
Kata Haris, kejadian manipulasi perolehan suara di Sumberbaru, harusnya menjadi evaluasi bagi KPU dan Bawaslu untuk memprosesnya ke ruang pidana Pemilu. “Kecurangan terstruktur, sistematis dan masif, sebenarnya ada di penyelenggara Pemilu,” tuding mahasiswa Fakultas Hukum tersebut.
Sebab kejadian kecurangan Pemilu dengan modus penggelembungan suara, tidak hanya terjadi di Sumberbaru. Katanya, juga ada di Desa Pontang Ambulu, Bangsalsari, Sumbersari, Silo dan banyak daerah lainnya. “Terbukti saat ada penyandingan data C Hasil dan D Hasil,” bebernya.
Namun meski sudah terang benderang, sampai proses rekapitulasi nasional usai, belum ada punishment yang diterima para pelakunya. “Bagi kami ini preseden buruk,” sesalnya.
Semakin membuat mahasiswa geram, ditemukan dugaan kecurangan yang masif di Sumberbaru, namun saat rekapitulasi di tingkat kabupaten yang digelar di Hotel Aston Jember, penyelenggara hanya merekap ulang penghitungan tingkat DPRD Kabupaten. Sedangkan untuk DPRD Provinsi dan DPR-RI diabaikan. “Kami sudah menyusun kajian ilmiah, untuk mengadukan peristiwa itu ke DKPP,” ancamnya.
Sebagai konsekuensi dari raport merah, Front Mahasiswa Jember menganalogikan siswa yang tidak naik kelas. “Sehingga kami mendorong anggota KPU dan Bawaslu Jember saat ini, menerima hukuman moril untuk tidak lagi menjadi komisioner karena kami nilai sudah cacat moril,” tegasnya. (*)