Menjadi terlapor dugaan menumpangi program J-Berbagi dengan agenda politik praktis anak mantunya, membuat Bawaslu harus memanggil Bupati Jember Hendy Siswanto. Panggilan pertama mangkir. Giliran panggilan kedua untuk diklarifikasi, malah Bawaslu Jember yang mendatangi ke Pendopo Bupati Jember.
Komisioner Bawaslu Jember saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Dwi Endah Prasetyowati, menyampaikan bahwa pihaknya sudah dua kali meminta Hendy Siswanto hadir untuk diklarifikasi. “Kita menjemput bola, karena undangan dikirim sudah dua kali. Tempat klarifikasi di mana pun, aturan memperbolehkan,” katanya.
Dia belum bisa menyampaikan hasil klarifikasi yang dilakukan ke Hendy Siswanto. Kata Endah pihaknya tidak bisa menyampaikan hasil klarifikasi, karena menurutnya informasi yang dikecualikan berdasarkan aturan. “Kami berharap, kasih waktu kami berdasarkan aturan,” pintanya.
Meski demikian dia menyampaikan bahwa pihaknya telah menyodorkan sekitar 30 sampai 35 pertanyaan ke Bupati Hendy. Semua pertanyaan diakuinya sudah dijawab oleh Hendy Siswanto. “Kita kaji hasil dari klarifikasi para pejabat termasuk bupati,” janjinya.
Masih kata Endah, pihaknya sudah melakukan klarifikasi kepada 55 orang. Bahkan katanya, sudah hampir semuanya telah diklarifikasi. Termasuk anak menantu Hendy Siswanto, yang hadir di acara J-Berbagi dengan mengenakan atribut partai tertentu. “Bahkan ada tambahan klarifikasi, yang kita tengarai pihak terkait,” imbuhnya.
Pelapor yang merupakan Ketua Jaringan Edukasi Pemilu untuk Rakyat (JPER) Jatim, Rico Nurfiansyah, mengaku kecewa dengan mangkirnya Bupati Hendy yang dipanggil untuk diklarifikasi di Kantor Bawaslu. Sampai-sampai komisioner Bawaslu Jember harus mengalah menemui Hendy di Pendopo Bupati Jember.
“Kami sangat menyayangkan sikap Bupati Jember yang tampak tidak menghargai proses hukum yang sedang berjalan, terkait pelaporan dugaan pelanggaran pemilu yang saat ini sedang berjalan di Bawaslu Jember. Bahkan dengan 2 kali mangkir dan hanya mau di klarifikasi di pendopo bupati, tampak sekali jika bupati meremehkan Bawaslu secara institusi,” tegas Rico.
Bagi Rico, sikap Bupati Hendy seolah menunjukkan arogansinya, bahwa posisinya ada di atas Bawaslu yang menjadi penegak aturan. Padahal yang dipahaminya, seperti yang termaktub dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
“Bahwa tidak boleh seorang pun yang bisa diperlakukan khusus dalam proses hukum yang sedang berjalan saat ini,” kritiknya. (Haris-Rully)