Tiba-tiba, di waktu mendekati masa kampanye Pileg 2024, DPRD Jember bakal mendapat kucuran dana yang cukup fantastis : Rp 46 miliar. Diperuntukkan masing-masing anggota DPRD Jember, khusus untuk biaya sosialisasi 27 Raperda.
Kebenaran kabar itu disampaikan Ketua DPRD Jember, Itqon Syauqi. Dia blak-blakan mengakui bahwa uang Rp 46 miliar itu rencananya dipakai untuk membiayai kegiatan sosialisasi Raperda inisiatif DPRD Jember. “Sosialisasi Raperda melekat pada masing-masing anggota DPRD, karena fungsi legislasi,” katanya, seperti dikutip kliktimes.com.
Semua anggota dewan berjumlah 50 orang, bakal menjadi pelaksana sosialisasi. Setiap anggota dewan katanya, mendapat jatah 24 kali sosialisasi. Sedangkan setiap satu kali sosialisasi, masing-masing dewan disiapkan jatah Rp 38 juta. Sehingga jika ditotal, perkepala anggota dewan bakal menerima Rp 912 juta.
Rencana itu rupanya mendapat sorotan aktivis pemantau Pemilu independen, Mohammad Halili. Ketua Lemabaga Studi Visi Nusantara Jember, itu menilai ada kerawanan conflict of interest. “Pertama dikaji dengan momentumnya. Kedua agenda kegiatannya. Ketiga jumlah anggaran negaranya,” tuturnya.
Kata Halili, sangat memungkinkan kegiatan yang dibiayai duit negara yang cukup besar itu, disusupi agenda politik praktis para anggota dewan yang mayoritas bakal menjadi caleg petahana. “Jika kelewat diawasi, sangat mungkin dibelokkan ke agenda politik praktis. Sehingga bukan lagi untuk sosialisasi Raperda. Tapi malah dibuat konsolidasi pemenangan caleg petahana,” bebernya.
Tak hanya, pemuda yang juga mahasiswa pasca sarjana menilai, duit untuk masing-masing anggota dewan sebanyak Rp 912 juta, sangat rawan dengan lingkaran penyalahgunaan anggaran yang ujungnya mendekati tindak pidana korupsi. “Bukan hanya sekedar akuntabilitas. Semisal ditemukan ada penyimpangan agenda program, sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi,” imbuhnya.
Kemudian dia mengkritisi, tiba-tiba ada kucuran dana sebesar itu, di tengah tumpulnya daya kritis wakil rakyat, semakin mengerucutkan persepsi publik bahwa program sosialisasi Raperda seperti bagian hadiah Bupati Jember untuk dewan yang telah berkompromi selama ini. “Tidak salah kemudian jika publik berpersepsi demikian,” sindirnya.
Supaya duit negara sebesar itu tidak menjadi “bancakan” politisi di tengah mendekati masa kampanye, tegas dia meminta supaya agenda itu tidak melibatkan para anggota dewan. “Atau direalisasikan pasca pemilu. Toh urgensinya tidak begitu mendesak. Kecuali benar, bupati dan dewan sepakat dengan kompromi politik kepentingan sesaat,” pungkasnya. (Rully Efendi)